DIUPLOAD OLEH : NINA SARASWATI (P27226017032)
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan dan Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Standar Pelayanan Fisioterapi;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2.Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607);
3.Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 977)
4.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapis (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1536);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang
dimaksud dengan:
1.Standar
Pelayanan Fisioterapi adalah pedoman yang diikuti oleh fisioterapis dalam
melakukan pelayanan fisioterapi.
2.Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan
yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan
fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutis
dan mekanis) pelatihan fungsi,
dan komunikasi.
3.Fisioterapis
adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4.Fasilitas
Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
5.Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun
Fisioterapis di Indonesia.
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan
Fisioterapi bertujuan untuk:
a.memberikan acuan bagi penyelenggaraan pelayanan Fisioterapi
yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan;
b.memberikan acuan
dalam pengembangan pelayanan Fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan; c.memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi
Fisioterapis dalam menyelenggarakan pelayanan Fisioterapi; dan
d.melindungi
pasien/klien sebagai penerima pelayanan Fisioterapi.
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Fisioterapi meliputi
penyelenggaraan pelayanan, manajemen pelayanan, dan sumber daya.
(2)Standar
Pelayanan Fisioterapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diterapkan dalam
pemberian pelayanan kepada pasien/klien pada semua kasus.
(3)Penatalaksanaan
pada masing-masing kasus disusun oleh Organisasi Profesi dan disahkan oleh Menteri.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai
Standar Pelayanan Fisioterapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
(1)Menteri
Kesehatan, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan dan penerapan Standar Pelayanan
Fisioterapi sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2)Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri Kesehatan, Gubernur, Bupati/Walikota dapat
melibatkan organisasi profesi.
(3)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditujukan untuk:
a.meningkatkan
mutu pelayanan Fisioterapi; dan
b.mengembangkan
pelayanan Fisioterapi yang efisien dan efektif. (4)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a.advokasi dan
sosialisasi;
b.pendidikan dan
pelatihan; dan/atau
c.pemantauan dan evaluasi.
Pasal 5
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a.Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Pelayanan
Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit, sepanjang mengatur pelayanan fisioterapi;
b.Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 517/MENKES/SK/VI/2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan; dan
c.Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 778/MENKES/SK/VIII/2008 tentang Pedoman Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
A.. Fisioterapi Integumen dan kesehatan wanita
antara lain wound management, wellnes /spa, kecantikan. Fisioterapis dalam melaksanakan praktik mandiri
berperan dalam memberikan pelayanan fisioterapi tingkat pertama (primer) atau
tingkat lanjutan, sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Pelayanan
fisioterapi dikembangkan dalam lingkup promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif dalam spektrum yang bersifat umum maupun kekhususan pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan:
1.Pelayanan fisioterapi di Puskesmas
Pelayanan fisioterapi di Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan gerak
dan fungsi tubuh kepada individu dan/atau kelompok,
yang bersifat umum dengan pengutamaan pelayanan pengembangan dan pemeliharaan
melalui pendekatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan pemulihan
dengan pendekatan kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan promotif dan preventif termasuk skrining, memberikan
pengurangan nyeri, dan program untuk meningkatkan
fleksibilitas, daya tahan, dan keselarasan postur dalam aktifitas sehari-hari.
Selain upaya promotif dan preventif, fisioterapis juga memberikan layanan
pemeriksaan, pengobatan, dan membantu individu dalam memulihkan kesehatan, mengurangi
rasa sakit (kuratif dan rehabilitatif). Fisioterapis memainkan peran dalam masa
akut, kronis, pencegahan, intervensi dini
untuk muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan cedera, mendesain ulang
pekerjaan individu, serta rehabilitasi, dan diperlukan untuk memastikan
layanan/intervensi diberikan secara komprehensif dan tepat berfokus pada
individu, masyarakat dan lingkungan.
2.Pelayanan fisioterapi di rumah
sakit umum Pelayanan fisioterapi di rumah sakit umum sesuai dengan klasifikasinya memberikan pelayanan kesehatan
kepada individu untuk semua jenis gangguan gerak dan fungsi tubuh secara paripurna
melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
3. Pelayanan fisioterapi di rumah sakit khusus
Pelayanan fisioterapi di rumah sakit khusus sesuai dengan klasifikasinya
memberikan pelayanan kesehatan gangguan gerak dan fungsi tubuh tertentu sesuai
dengan kekhususan pelayanan rumah sakit.
4.Pelayanan fisioterapi di praktik mandiri Pelayanan
fisioterapi di praktik mandiri memberikan pelayanan fisioterapi pada individu
dan/atau kelompok berupa pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif sesuai dengan kompetensi
fisioterapis.
B.Alur Pelayanan Pelayanan
fisioterapi berfokus pada pasien melalui alur yang dapat diakses secara langsung ataupun melalui rujukan
tenaga kesehatan lain maupun sesama fisioterapis. Selain itu perlu
adanya alur rujukan fisioterapi ke
fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit lain apabila pasien/klien menolak
pelayanan fisioterapi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak
memiliki kemampuan pelayanan fisioterapi yang diinginkan/dibutuhkan. Rujukan
tersebut harus disertai dengan surat keterangan/catatan klinis fisioterapi yang
ditandatangani oleh fisioterapis bersangkutan. Setelah pelayanan
fisioterapi selesai diberikan, fisioterapis merujuk
kembali pasien/klien kepada tenaga kesehatan lain atau fisioterapis
perujuk sebelumnya. Alur pelayanan fisioterapi tertuang dalam standar prosedur operasional (SPO) yang ditetapkan oleh pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan dan diimplementasikan dalam diagram alur yang
mudah dilihat/diakses oleh pengguna dan/atau masyarakat.
1.Rawat Jalan
a)Pasien
yang mengalami/berpotensi mengalami gangguan gerak dan fungsi tubuh dapat
melakukan pendaftaran secara langsung, atau melalui rujukan dari tenaga
medis di poliklinik pada fasilitas
pelayanan kesehatan setempat/ Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), atau
dari praktik mandiri (dengan membawa surat rujukan fisioterapi). Pelayanan fisioterapi di puskesmas dilakukan
sesuai dengan alur pelayanan di puskesmas, berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b)Setelah
pendaftaran, petugas mengarahkan pasien ke bagian pelayanan fisioterapi (sesuai
dengan tingkat fasilitas pelayanan kesehatan) untuk mendapatkan proses
fisioterapi yang dilakukan oleh fisioterapis. Asesmen awal diperlukan untuk menemukan indikasi
atau tidaknya program fisioterapi atau untuk mengarahkan kebutuhan fisioterapi yang tepat sesuai dengan kekhususannya.
Contoh asesmen tercantum dalam Formulir 1 terlampir. Apabila tidak ditemukan
indikasi, fisioterapis mengarahkan/merujuk
pada tenaga kesehatan yang tepat/mengembalikan kepada perujuk secara
tertulis. Apabila ditemukan indikasi awal
maka selanjutnya dilakukan proses sesuai prosedur fisioterapi. Contoh
surat rujukan tercantum dalam Formulir 2 dan 3 terlampir.
c)Setelah
pasien menjalani rangkaian proses fisioterapi dan penyelesaian
administrasinya, pasien dapat pulang atau kembali
kepada dokter/dokter gigi/DPJP/pengirim sebelumnya disertai pengantar catatan klinis/resume
dari fisioterapis yang bertanggung jawab (dapat disertai rekomendasi). Contoh catatan klinis/resume tercantum dalam Formulir 4 terlampir.
2. Rawat Inap
a)DPJP membuat
rujukan/permintaan secara tertulis kepada bagian
fisioterapi/fisioterapis. Selanjutnya petugas ruangan menyampaikan
informasi rujukan kepada fisioterapis bersangkutan/bagian
pelayanan fisioterapi untuk diregistrasi dan ditindaklanjuti.
b)Selanjutnya
fisioterapis dapat melakukan asesmen awal untuk menemukan indikasi. Apabila
tidak ditemukan indikasi, fisioterapis secara tertulis menyampaikan kepada
DPJP. Apabila ditemukan indikasi, maka dapat langsung dilakukan proses
fisioterapi selanjutnya sesuai prosedur fisioterapi, termasuk menentukan
tujuan/target, intervensi maupun episode
pelayanan fisioterapinya, serta rencana evaluasinya. Dalam proses
tersebut, secara berkala fisioterapis menyampaikan informasi perkembangan
secara tertulis dalam rekam medik.
c)Setelah
program fisioterapi selesai, fisioterapis merujuk kembali kepada Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dengan
disertai catatan klinis fisioterapi termasuk rekomendasi
apabila diperlukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan program fisioterapi
pasien setelah selesai perawatan di rumah sakit.
d)Seluruh proses fisioterapi dicatat dalam rekam medik
yang telah disediakan, termasuk
administrasi keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar