Minggu, 19 November 2017

Peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 80 Tahun 2013

PERIZINAN
Bagian Kesatu
Kualifikasi Fisioterapis
Pasal 3
(1) Berdasarkan pendidikannya Fisioterapis dikualifikasikan sebagai
berikut:
a. Fisioterapis Ahli Madya;
b. Fisioterapis Sarjana Sains Terapan;
c. Fisioterapis Profesi; dan
d. Fisioterapis Spesialis.
(2) Fisioterapis Ahli Madya sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf a
merupakan lulusan Program Diploma Tiga Fisioterapi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Fisioterapi Sarjana Sains Terapan sebagaimana dimaksud pada Pasal
1 huruf b merupakan lulusan Program Diploma Empat atau Sarjana
Terapan Fisioterapi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Fisioterapis Profesi sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf c
merupakan lulusan Program Profesi Fisioterapi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Fisioterapis Spesialis sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d
merupakan lulusan Program Spesialis Fisioterapi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
5 2013, No.1536
Bagian Kedua
Sertifikat Kompetensi Fisioterapis dan STRF
Pasal 4
(1) Fisioterapis untuk dapat melakukan pekerjaan dan praktiknya harus
memiliki STRF.
(2) Untuk dapat memperoleh STRF sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Fisioterapis harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) STRF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh MTKI
dengan masa berlaku selama 5 (lima) tahun.
(4) STRF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Contoh STRF sebagaimana tercantum dalam Formulir I terlampir yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
STRF yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan.
Bagian Ketiga
SIPF dan SIKF
Pasal 6
(1) Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara
mandiri atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(2) Fisioterapis yang menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara
mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan
Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis Spesialis.
(3) Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan hanya dapat
bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(4) Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus bekerja di bawah pengawasan
Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis Spesialis.
(5) Dalam hal tidak terdapat Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis
Spesialis, Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan
dapat melakukan Pelayanan Fisioterapi secara berkolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain yang ada di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
tempat Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan yang
bersangkutan bekerja.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.1536 6
Pasal 7
(1) Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis Spesialis yang melakukan praktik
Pelayanan Fisioterapi secara mandiri dan bekerja di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan wajib memiliki SIPF.
(2) Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan yang
melakukan pekerjaan Pelayanan Fisioterapi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib memiliki SIKF.
Pasal 8
(1) SIPF atau SIKF diberikan kepada Fisioterapis yang telah memiliki
STRF.
(2) SIPF atau SIKF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota.
(3) SIPF atau SIKF sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk 1
(satu) tempat.
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh SIPF atau SIKF sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, Fisioterapis harus mengajukan permohonan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. fotocopy ijazah yang dilegalisir;
b. fotocopy STRF;
c. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin
Praktik;
d. surat pernyataan memiliki tempat kerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan atau tempat praktik pelayanan Fisioterapi secara
mandiri;
e. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar
berlatar belakang merah;
f. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau
pejabat yang ditunjuk; dan
g. rekomendasi dari Organisasi Profesi.
(2) Apabila SIPF atau SIKF dikeluarkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, persyaratan rekomendasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f tidak diperlukan.
(3) Contoh surat permohonan memperoleh SIPF atau SIKF sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir II terlampir yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
www.djpp.kemenkumham.go.id
7 2013, No.1536
(4) Contoh SIPF dan SIKF sebagaimana tercantum dalam Formulir III dan
Formulir IV terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 10
(1) Fisiopterapis warga negara asing dapat mengajukan permohonan
memperoleh SIKF setelah:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
b. melakukan evaluasi dan memiliki surat izin kerja dan izin tinggal
serta persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.
(2) Fisioterapis Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri dapat
mengajukan permohonan memperoleh SIPF atau SIKF setelah:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dan
b. melakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 11
(1) SIPF atau SIKF berlaku sepanjang STRF masih berlaku dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
(2) Fisioterapis yang akan memperbaharui SIPF atau SIKF harus
mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pasal 12
(1) Fisioterapis hanya dapat melakukan pekerjaan dan/atau praktik
paling banyak di 2 (dua) tempat kerja/praktik.
(2) Permohonan SIPF atau SIKF kedua dapat dilakukan dengan
menunjukan bahwa yang bersangkutan telah memiliki SIPF atau SIKF
pertama.
(3) Dalam keadaan tertentu berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan
dan jumlah Fisioterapis, pemerintah daerah kabupaten/kota setempat
dapat memberikan SIPF atau SIKF kepada Fisioterapis sebagai izin
melakukan pelayanan Fisioterapis yang ketiga.
(4) SIPF atau SIKF sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya berlaku di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(5) Untuk mengajukan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Fisioterapis selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, harus juga melampirkan:
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.1536 8
a. SIPF atau SIKF yang pertama dan kedua;
b. Surat persetujuan atasan langsung bagi Fisioterapis yang bekerja
pada instansi/Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
c. surat rekomendasi dari dinas kesehatan provinsi setempat.
Oleh : M. Kafi Kurnia Ilahi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fisioterapi Pada Kasus Jamur Kulit

Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh seorang Fisioterapis dalam menangani kasus jamur kulit. Ini dikarenakan masyarakat memeriksakan pen...